Rabu, 10 Februari 2010

Laporan KBPM Yorim Kiuk

Nama : YORIM KUIK
Nim : 06310145
Fakultas : HUKUM


BAB I
IDENTIFIKASI MASALAH DAN RENCANA KEGIATAN
1.1 Diskripsi Masalah Berdasarkan Disiplin Ilmu
Permasalahan dalam konteks pembangunan di lokasi kegiatan KBPM yakni Desa Binaus yang berkaitan dengan bidang hukum kurang lebih berkaitan dengan 3 sektor pembangunan yakni sektor kehutanan, sektor pertambangan dan sektor pemerintahan. Problematika pembangunan ketiga sektor ini akan dideskripsikan mulai dari pertama potensi unggulan bidang kehutanan, potensi unggulan bidang pertambangan dan potensi di bidang pemerintahan.
a) Potensi Unggulan Desa Bidang Kehutanan:
Potensi unggulan desa dari sektor kehutanan ialah kayu olahan, kayu bakar, hutan lindung dan hutan swaka alam. Untuk luas keseluruhan hutan mancapai 245 Ha. Status keberadaan hutan desa ini merupakan hutan adat atau ulayat. Berdasarkan identifikasi potensi kehutanan di desa Binaus, potensi unggulan desa di bidang kehutanan ialah kayu olahan. Kayu-kayu olahan ini dikembangkan melalui program konversi hutan oleh pemerintah dalam hal ini Dinas Kehutanan Kabupaten TTS. Konversi hutan ini, di dukung oleh upaya pemerintah desa dan tokoh masyarakat serta masyarakat desa dengan melakukan program perlindungan hutan atau swaka alam dan swaka marga sarwa. Selain itu, upaya pengembangan di bidang kehutanan berkaitan juga dengan perlindungan sumber air tanah dan pencegahan erosi. Dengan pola pengembagan hutan rakyat berbasis ekonomi ini, merangsang terjadinya learning proces yang memungkinkan terjadinya koreksi dan peningkatan terus menerus. Yang tak kalah pentingnya adalah dahan dan ranting pohon-pohon besar di dalamnya yang menjadi salah satu penopang ekonomi masyarakat sekitar. Pengembangan lebah madu dengan mamanfaatkan setiap dahan dan ranting pohon dipenuhi madu hutan yang sudah menjadi milik setiap suku yang bermukim di sekitarnya harus direvitalisasi kembali, sebab terlihat penurunan jumlah produksi lebah madu pada masa-sama terkhir.
Potensi Flora dan Fauna yang terdapat di wilayah hutan desa berdasarkan data penelitian menunjukkan, kawasan hutan desa Binaus memiliki tipe vegetasi yang merupakan perwakilan hutan homogen daratan tinggi. Kawasan ini juga didominasi berbagai jenis ampupu (Eucalyptus urophylla) yang tumbuh secara alami dan jenis cendana (Santalum album). Selain itu di sini dapat ditemui berbagai jenis pohon lainnya seperti hue (Eucalyptus alba), bijaema (Elacocarpus petiolata), haubesi (Olea paniculata), kakau atau cemara gunung (Casuarina equisetifolia), manuk molo (Decaspermum fruticosum), dan oben (Eugenia littorale). Ada juga salalu (Podocarpus rumphii), natwon (Decaspermum glaucescens), natbona (Pittospermum timorensis), kunbone (Asophylla glaucescens), tune (Podocarpus imbricata), natom (Daphniphylum glauceccens), kunkaikole (Veecinium ef. Varingifolium), tastasi (Vitex negundo). Kemudian ada juga manmana (Croton caudatus), mismolo (Maesa latifolia), kismolo (Toddalia asiatica), pipsau (Harissonia perforata), matoi (Omalanthus populneu) dan aneka jenis paku-pakuan dan rumput-rumputan. Selain kaya dengan flora, kawasan hutan Binaus juga menyimpan aneka fauna khas Timor yakni Rusa timor (Cervus timorensis), kus-kus (Phalanger orientalis), babi hutan (Sus Vitatus), biawak (Varanus salvator), biawak timor (Varanus timorensis). Di sini juga ada sanca timor (Phyton timorensis), ayam hutan (Gallus gallus), punai timor (Treon psittacea), betet timor (Apromictus jonguilaceus), pergam timor (Ducula cineracea), perkici dada kuning (Trichoglosus haematodus).
Desa Binaus merupakan desa dengan karakteristik desa hutan atau biasa diartikan dengan wilayah desa dengan tingginya potensi hutan. Namun, salah satu kelemahan potensi hutan desa berkaitan dengan buruknya setting kebijakan, dan regulasi pembangunan kehutanan. Potensi hutan yang besar justru dikuasai oleh pemerintahan dan bukannya oleh masyarakat secara merata. Kelemahan lain berkaitan dengan pemanfaatan hutan yang belum menunjukan perencanaan tingkat produksi hutan kesesuain perencanaan peningakatan produksi hutan, kesuaian fisik hutan, keseimbagan lingkungan dan pengembagan ekonomi berbasis hutan dan mekanisme pasar yang mendukung lingkungan pengembangan.
Padahal, potensi hutan Binaus dan wilayah sekitarnya dapat ditingkatkan statusnya menjadi hutan dengan status taman nasional. Hal ini dikarenakan oleh jenis hutan yang merupakan hutan heterogen. Prospek pengembangan hutan manjadi taman nasional terletak juga pada pemanfaatan kawasan hutan sebagai wilayah swaka yang seringkali dijadikan obyek penelitian dari berbagai peneliti lokal dan asing. Apalagi, berbagai macam jenis satwa dilindungi di kawasan hutan. Demikian, jika status cagar alam ini segera ditingkatkan menjadi taman nasional akan sangat bermanfaat bagi desa.
Pengembangan di bidang kehutanan dengan setting kebijakan dan regulasi pembangunan kehutanan yang ditujukan untuk memberikan perlindungan hutan atau pelestarian hutan, air tanah dan perlindungan satwa hutan, namun masih ada hambatan yakni bagaimana potensi hutan adat/ulayat dapat memiliki perspektif produksi serta pemasaran yang dapat memberikan kontribusi bagi penyejahteraan masyarakat. Oleh karenanya, hambatan dalam bentuk strategi pengembangan hutan berbasis produksi yang sesuai peningakatan produksi hutan, kesuaian fisik hutan, keseimbagan lingkungan dan pengembagan ekonomi berbasis hutan serta mekanisme pasar yang mendukung lingkungan pengembangan hutan sehingga kelestariannya tetap terjaga untuk kepentingan masyarakat yang sifatnya jangka panjang.
Dengan demikian, permasalahan dalam pembangunan potensi hutan di desa Binaus memiliki beberapa permasalahan yakni: Pertama, potensi pengembangan produksi hutan belum dilakukan secara komprehensi berdasarkan karakteristik desa hutan yang memiliki prospek produksi tinggi. Kedua, pengembangan lebah madu dengan memanfaatkan dahan-dahan pohon besar atau wadah budidaya madu mengalami penurunan produksi sejalan dengan menurunnya ketersediaan pohon akibat penebangan serta semakin sedikitnya masyarakat yang membudidayakan lebah madu. Ketiga, berbagai macam jenis satwa dilindungi di kawasan wisata ini mulai terancam punah akibat perburuan yang dilakukan masyarakat dan pengrusakan hutan untuk tujuan pembukaan lahan atau pemanfaatan kayu hutan.
b) Potensi Unggulan Desa Bidang Pertambangan
Potensi unggulan desa di bidang pertambangan berupa bahan galian Mangan yang diperkirakan berada di area seluas 2 Ha. Potensi pertambangan mangan ini, belum di kelola oleh karena pertimbangan-pertimbangan yang sifatnya prinsipil dan strategis bagi peningkatan ekonomi desa dan masyarakatnya. Diperlukan konsep, metode dan manajemen pertambangan yang benar-benar memberikan manfaat bagi terbangunnya kemajuan dan kesejahteraan masyarakat desa sebagai pemilik potensi alam tambang ini.
Peluang pengembangan di bidang pertambangan ialah pembangunan pertambangan rakyat. Pertambagan rakyat merupakan implementasi strategi pengelolaan sumber daya pertambangan yang pada dasarnya diperuntukan untuk kesejahteraan rakyat. Pertambangan rakyat mendudukan rakyat sebagai pemilik, pengelola dan produsen hasil tambang yang ada di desa.
Pertama-tama diperlukan upaya pengutan kapasitas SDM rakyat secara politik melalui pendidikan politik di bidang pertambangan. Pendidikan politik ini berkaitan upaya memberikan pemahaman kepada rakyat akan hah-hak kepemilikan dan pengelolaan Sumber daya tambang yang ada. Keuatan rakyat ini dapat di wujudkan secara konkrit melalui pembangunan kekuatan politik yakni organisasi tambang rakyat yang bertugas melakukan analisis terhadap potensi SDA, analisis dampak lingkungan dan sistem pengelolaannya serta pemasaran serta hal lain yang diperlukan.
Kelemahan dari upaya pengembangan pertambangan rakyat ialah belum adanya atau belum terbentuk kekuatan politik rakyat di bidang pertambangan yang dapat melindungi segenap kepentingan masyarakat adat sebagai pemiliki kekayaan tambang tersebut. Kelemahan lain dalam pengembangan potensi tambang ini ialah kepemilikan lahan yang mengandung hasil tambang hanya dimiliki oleh beberapa orang, sedangkan mayoritasnya tidak memiliki. Hal ini memberikan gambaran ketidakberimbangan keterpenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat desa lantaran lebih banyak masyarakat hanya menjadi buruh pada upaya pemanfaatan hasil tambang.
Hambatan yang terdapat dalam upaya pengembangan di bidang ialah belum adanya kekuatan independent atau otonom berbasis rakyat adat yang dapat melindungi kekayaan tambang mangan serta memberikan kesejahteraan bagi masyarakat secara merata ketika mangan tersebut dimanfaatkan. Sejauh ini beberapa investor telah melakukan pendekatan dengan pemerintah desa dan tokoh-tokoh adat, namun pemerintah dan masyarakat adat belum membuka diri terhadap tawaran mereka. Hal ini diakibatkan oleh ketidakpuasan masyarakat adat serta pemerintah dengan tawaran-tawaran investor yang dinilai hanya akan mengeksploitasi kekayaan tambang masyarakat. Demikian juga, pemeritah kecamatan dan kabupaten belum memberikan kesepakatan mereka dengan para investor dengan pertimbangan-pertimbangan yang kurang lebih sama dengan apa yang dipikirkan masyarakat dan pemerintah desa.
Melihat gejala ini, maka diperlukan uapaya penguatan kapasitas SDM rakyat desa terlebih dahulu sehingga mampu mengelola dan memanfaatkan secara bijaksana potensi tambang yang ada dan jangan sampai kekayaan alam desa ini menjadi sasaran empuk eksploitasi para pemodal yang tidak memiliki keinginan membangun kesejahteraan desa dan masyarakatnya. Selain itu, pengelolaan harus sesuai Peraturan Daerah (Perda) No 7 tahun 2008 tentang Usaha Pertambangan Umum yang setidaknya ada empat tahapan sebelum pengusaha diperbolehkan mengeksploitasi lokasi tambang.
mengingat mangan adalah jenis bahan galian dengan kategori B dam memiliki manfaat untuk dijadikan sebagai bahan baku industri baja, korek api, kimia, baterai kering, gelas dan cat, maka prospek keuntungan bagi masyarakat dan desa akan sangat baik jika dikelola secara bijak oleh rakyat.
Hambatan barkaitan dengan belum dilakukan studi aspek lingkungan perubahan fungsi cagar alam menjadi kawasan penambangan mangan dapat menimbulkan kerusakan habitat, menurunkan produktivitas lahan dan mengancam tata air yang dapat mengakibatkan penurunan produksi tani seperti perladangan, tegalan dan sawah. Hal itu juga akan menimbulkan kecemburuan sosial dan keresahan di kalangan masyarakat. Selain itu penambangan juga dapat menimbulkan kerusakan prasarana transportasi.
Secara ekologis, posisi atau letak area mangan merupakan salah satu wilayah tangkapan dan tendon air yang baik disamping hutan. Sebagai wilayah tangkapan air, batu mangan di wilayah Binaus merupakan wilayah sumber air (hulu) bagi masyarakat. Jika batu ini ditambang atau dirusak, maka keseimbangan ekologis, khususnya dalam ketersediaan air bagi masyarakat akan sangat terganggu, apalagi wilayah Binaus merupakan salah satu daerah yang selalu mengalami kekeringan setiap tahunnya. Disamping itu, daerah di sekitar lokasi pertambangan merupakan satu wilayah produktif yang telah menghidupi masyarakat secara turun temurun. Masyarakat memanfaatkannya sebagai lahan pertanian. Dengan demikian diperlukan kearifan pengelolaan mangan dengan keberlangsungan tata-hidrology demi keberlangsungan hidup masyarakat. Disamping alasan yang bersifat ekologis, ada pula alasan yang didasarkan pada kultur atau kebudayaan masyarakat setempat.
Permasalahan di bidang pertambangan yakni: pertama, belum adanya lembaga pertambangan rakyat yang dapat menjadi payung pelindung bagi masyarakat adat dalam memelihara, mengelola dan memanfaatkan potensi sumber daya tambang yakni mangan yang ada di desa. Atau, belum adanya kekuatan independent atau otonom berbasis rakyat adat yang dapat melindungi kekayaan tambang mangan serta memberikan kesejahteraan bagi masyarakat secara merata ketika mangan tersebut dimanfaatkan. Kedua, diperlukan Analisis Dampak Lingkingan (AMDAL) yang sifatnya objektif baik dari pihak pemerintaha, investor dan terutama lembaga pertambangan barbasis rakyat agar pemanfaatan sumber daya pertambangan tersebut tidak menjadi bencana baru bagi lingkungan dan masyarakat. Ketiga, diperlukan ketegasan dari segi kebijakan pemerintah untuk melindungi aset pertambangan milik masyarakat adat agar dapat pemanfaatannya berdampak positif bagi desa dan masyarakatnya.
c) Bidang Pemerintahan
Di bidang pemerintahan potensi pengembangan SDM dapat dilakukan melalui program-program penguatan kapsitas aparatur pemerintahan. Program penguatan kapisitas administrasi dan manajemen, pengembangan dan pengelolaan sumber pendapatan desa, pengenalan potensi desa dan pengembangannya.
Kelemahan di bidang pemerintahan desa ialah kurangnya wadah pengenguatan dan pengembangan kapasitas SDM aparatur desa, baik yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah, propinsi dan pusat. Selain tiu, masih barunya penyelenggaraan pemerintahan pasca pemekaran kecamatan turut menjadi kelemahan yang baru bisa ditanggulangi secara perlahan-lahan.
Permasalahan pengembangan di bidang pemerintahan yakni masih terbatasnya wadah pengembangan SDM atau program-program penguatan kapsitas aparatur pemerintahan, khususnya berkaitan dengan urusan administrasi dan manajemen, pengembangan dan pengelolaan sumber pendapatan desa serta pengenalan potensi desa dan pengembangannya.
1.2 Penentuan Masalah Berdasarkan Skala Prioritas atau Urgensi
a) Bidang Kehutanan
Permasalahan urgen dalam pembangunan potensi hutan di desa Binaus ialah advokasi penegelolaan hutan adat sebagai hutan milik rakyat yang bertujuan untuk mensejahterakan rakyat. Advokasi hutan rakyat juga bertujuan pada pengembagan potensi produksi hutan secara komprehensi berdasarkan karakteristik desa hutan demi pencapaian peningkatan produksi hasil hutan. Ini dapat dilakukan melalui program mengoptimalkan peran strategis desa dalam peningkatan ekonomi atau basis ekonomi (economic base) dengan menumbuhkan sumber daya domestik yang terbaharui (domestic renewable resources). Selain itu, pengembangan produksi hutan dapat dilakukan dengan melihat keterkaitan ke belakang (blackward lingkage) dan latar ke depan (forward lingkage) terhadap sektor ekonomi lainnya yang berkaitan dengan sektor basis ekonomi desa yang dapat menimbulkan efek ganda (multiplier effect) terhadap perkembangan sektor lainnya. Sebab, keterkaitan sektor lain yang signifikan dapat menimbulkan perkembangan sektor turunan dalam penciptaan lapangan kerja baik pada level desa atau lokal dan perintah daerah seperti pajak/retribusi dan PBB wilayah. Keterkaitana lintas regional di dalam maupun antar wilayah yang tinggi (inter and inter-regional interaction) akan menjamin aliran alokasi dan distribusi sumber daya yang efisien dan stabil sehigga menurunkan ketidakpastian (uncertainty). Dengan pola pengembagan hutan rakyat berbasis ekonomi ini, merangsang terjadinya learning proces yang memungkinkan terjadinya koreksi dan peningkatan terus menerus.
Selain itu, urgen juga untuk mengupayakan promosi pengembagan hutan desa sebagai taman nasional yang dan untuk perlindungan sumber air untuk kepentingan kebutuhan air bersih untuk konsumsi masyarakat dan juga untuk kebutuhan pertanian dan perkebunan. Masalah urgen lainnya ialah revitalisasi budidaya lebah madu. Hal ini dilakukan melalui upaya regulatif yakni pembuatan Peraturan Desa untuk melindungi pohon-pohon sebagai sarang lebah dan juga melalui pengadaan dan perawatan kotak-kotak pengembagan lebah madu. Proteksi pasar hasil madu juga diperlukan untuk memberikan kesejahteraan bagi masyarakat pembudidaya madu.
Perlindungan satwa di kawasan hutan desa yang kini mulai terancam punah akibat perburuan yang dilakukan masyarakat dan pengrusakan hutan untuk tujuan pembukaan lahan atau pemanfaatan kayu hutan juga perlu dilakukan melalui pembuatan Peraturan Desa.
b) Bidang Pertambangan
Permasalahan urgen di bidang pertambangan yakni belum adanya lembaga pertambangan rakyat yang dapat menjadi payung pelindung bagi masyarakat adat dalam memelihara, mengelola dan memanfaatkan potensi sumber daya tambang yakni mangan yang ada di desa. Atau, belum adanya kekuatan independent atau otonom berbasis rakyat adat yang dapat melindungi kekayaan tambang mangan serta memberikan kesejahteraan bagi masyarakat secara merata ketika mangan tersebut dimanfaatkan.
Selain itu, masalah urgen lainnya ialah tuntutan dilakukan Analisis Dampak Lingkingan (AMDAL) yang sifatnya objektif baik dari pihak pemerintaha, investor dan terutama lembaga pertambangan barbasis rakyat agar pemanfaatan sumber daya pertambangan tersebut tidak menjadi bencana baru bagi lingkungan dan masyarakat. Dan urgen sifatnya pula untuk diadakannya kebijakan pemerintah untuk melindungi aset pertambangan milik masyarakat adat agar dapat pemanfaatannya berdampak positif bagi desa dan masyarakatnya.
c) Bidang Pemerintahan
Permasalahan urgen di bidang pemerintahan ialah masih terbatasnya kapasitas SDM aparatur desa, khususnya berkaitan dengan program aparatus development. Program ini dipertimbangkan urgen karena tujuannya yang strategi untuk penyelenggaraan pemerintahan desa yakni berkaitan dengan penataan kemampuan aparatur desa untuk melakukan kajian ilmiah dalam hal pembuatan Rencana Strategis Pengembagan Desa, perumusan dan perencanaan Musrembangdes, pembuatan Rencana Pembagunan Jangka Menengah Desa, pembuatan Peraturan Desa/Perdes dan lainnya.
1.3 Penentuan Rencana Kegiatan Berdasarkan Urgensi
1.3.1 Kegiatan Fisik
a. Perkunjungan pasar desa.
b. Observasi Hutan
1.3.2 Kegiatan Non Fisik
a. Pembuatan Media Pendidikan Rakyat dalam bentuk News Letter yang direncanakan terbit setiap bulan. Pembuatan media ini dimaksudkan untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat berkaitan dengan permasalahan-permasalahan dalam bidang pengembangan bidang pertambangan dan bidang kehutanan yang perlu diselesaikan bersama-sama, baik oleh pemerintah desa maupun oleh masyarakat desa pada umumnya. Demikian pula, media ini dapat dipakai sebagai bagian dari sosilaisasi bagi masyarakat berkaitan dengan rencana pembuatan beberapa regulasi yang berkaitan dengan pengembangan bidang pertanian dan kehutana desa bagi kepentingan kemajuan desa dan kesejahteraan masyarakat. Selain ini itu, media ini dapat menjadi wadah berkembangnya diskursus pengembangan bidang-bidang yang berkaitan dengan penguatan kapasitas hukum pemerintah dan masyarakat desa.
b. Pelaksanaan pelatihan jurnalistik desa untuk pengelolaan media Pendidikan Rakyat. Demikian pula, pelatihan ini bertujuan untuk memberikan penguatan kapasitas organ pengerak media desa nantinya, terutama berkaitan dengan pengolahan berbagai wacana tentang peran hukum dalam pengembangan potensi-potensi desa, terkhususnya di bidang pertambangan, kehutanan dan pemerintahan desa.
c. Pengadaan Taman Baca Masyarakat (TBM). Pembuatan TBM dalam kaitannya dengan didang Hukum ialah memberikan menyediakan sumber-sumber pengetahuan dan informasi yang sifatnya up to date, relevan dan bermutu dalam bidang Hukum dan kaitannya dengan upaya pengembangan bidang-bidang yang menjadi prioritas pengembangan desa.
d. Sosialisasi Peraturan Desa (Perdes) untuk intensifikasi dan ekspensifikasi pendapatan desa.
e. Diskusi tematis untuk pembuatan Peraturan Desa (Perdes) tentang perlindungan hutan (flora dan fauna serta ketersediaan sumber air tanah).













BAB II
PELAKSANAAN KEGIATAN / PROGRAM
2.1 Kegiatan / Program fisik
a) Perkunjungan pasar desa.
b) Observasi Hutan.
2.2 Kegiatan / Program Non fisik
a. Pembuatan Media Pendidikan Rakyat.
b. Pengadaan Taman Baca Masyarakat (TBM).
c. Pelaksanaan pelatihan jurnalistik desa untuk pengelolaan media Pendidikan Rakyat.
d. Sosialisasi Peraturan Desa (Perdes) untuk intensifikasi dan ekspensifikasi pendapatan desa.
e. Diskusi tematis untuk pembuatan Peraturan Desa (Perdes) tentang perlindungan hutan (flora dan fauna serta ketersediaan sumber air tanah).

















BAB III
EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN / PROGRAM
3.1 Tingkat Pencapaian Kegiatan / Program
a) Pembuatan Media Pendidikan Rakyat.
Pembuatan media ini dilatarbelakangi oleh kesadaran akan kondisi keterbukaan dan mobilitas penggunaan atau pemanfaatan IPTEK, khususnya dalam bidang teknologi informasi media masa, dimana media dipandang sebagai pilar utama dalam penyebaran kemajuan serta perkembangan IPTEK bagi masyarakat. Ironisnya, jika kita melakukan perbandingan objektif berdasarkan kondisi riil dalam hal keterbukaan dan pemerataan kesempatan masyarakat dalam memanfaatan IPTEK, termasuk juga teknologi informasi, terdapat semacam kesenjangan atau gap yang jelas antara kota dan masyrakatnya dengan desa dan masyarakatnya. Gap ini tidak lain adalah fakta bahwa visi pembangunan berjalan secara asimetris. Dimana masyarakat kota mendominasi pemanfaatan IPTEK, sedangkan masyarakat desa terisolasi dari IPTEK. Masyarakat kota memiliki mobilitas yang tinggi dalam pemanfaatan IPTEK tetapi masyarakat desa memiliki mobilitas yang rendah atau bahkan tidak mobil terhadap IPTEK.
Dengan demikian, salah satu wujud yang perlu diupayakan guna membangun masyarakat desa adalah dilakukan reorientasi pembangunan desa dan masyarakatnya, sehingga terjadi keterbukaan dan pemerataan akses serta mobilitas IPTEK bagi mereka. sebab, langkah ini merupakan sebentuk terobosan fundamental dan strategis yakni membangun invrastruktur manusia desa sebelum membangun invrastruktur fisik.
Adapun maksud dan tujuan program dimaksud ialah: Maksud; 1) menyediakan media edukatif alternatif bagi pemerintah dan masyarakat pedesaan, 2) mendekatkan media informasi edukatif dengan masyarakat pedesaan. Serta menjadikan media informasi edukatif sebagai bagian dalam keseharian masyarakat, 3) meminimalisir bahkan menghilangkan kesenjangan akses dan mobilitas media informasi masyarakat pedesaan di tengah cepat dan pesatnya perkembangan IPTEK, khususnya akses dan mobilitasnya terhadap media informasi, 4) menjadikan masyarakat sebagai prakarsa dan pelaku aktif berpoperasinya media informasi edukatif, 5) menyediakan wadah informasi edukatif bagi masyarakat pedesaan yang relevan dengan kebutuhan dan permasalahannya, 6) merangsang partisipasi aktif dan langsung bagi masyarakat desa dalam mengawal proses pembangunan sumber daya manusia dan alam di pedesaan. Tujuan; 1) tumbuhnya keterbukaan, pemerataan serta meningkatnya mobilitas masyarakat pedesaan dalam hal pengenalan, pemahaman serta pemanfaatan media informasi edukatif, 2) pemerintah dan masyarakat pedesaan memiliki kelengkapan pengetahuan dan keterampilan jurnalitik serta cara pengelolaannya, sehingga dapat berperan sebagai garda depan pemberdayaan SDM dan SDA di pedesaan, 3) tumbuhnya transrofmasi kesadaran, partisipasi dan sinergitas antar pemerintah dan masyarakat dalam mengawal pembangunan pedesaan, baik strategi arah dan tujuan serta sasaran pembangunan, 4) terwujudnya masyarakat pedesaan yang cerdas, kritis, inovatif, konstuktif dan demokratis.
Tingkat Capaian.
Karena sifat program ini jangka panjang, sulit untuk memberikan indikator secara kuantitas terkait tingkat capaian atau raihan dari pelaksaaan prorgam ini. Namun, dapat dideskrpsikan sejauhmana program ini berjalan. Dari segi ide program ini memdapatkan antuasiasme yang tinggi dari pemerintah, masyarakat serta beberapa LSM yang beroperasi di desa. Upaya penggalangan dukungan diperoleh dari beberapa pihak seperti Infokom Kabupaten TTS dan LPID Kupang. Dukungan dari Pemerintah propinsi juga diperoleh melalui alokasi dana percetakan pada Oktober 2009 (belum bisa dipastikan besarannya), dan dari pihak PLS TTS. Oleh karena itu, program ini masih tetap berjalan sambil mempersiapkan berbagai macam kebutuhan pendukung terealisasinya program dimaksud.
b) Pengadaan Taman Baca Masyarakat (TBM).
Pengadaan Taman Baca Masyarakat (TBM) dilatarbelakangi oleh kesadaran bahwa membangun sebuah komunitas masyarakat yang kuat tak akan dapat lepas dari kebiasaan komunitas itu dalam berusaha membekali diri dengan ilmu pengetahunan. Terlalu naif jika semua hal yang bersinggungan dengan peningkatan sumber daya manusia hanya dititikberatkan pada kegiatan pembelajaran formal belaka. Pemerintah harus sudah mulai dengan kesungguhan untuk memberikan solusi tepat agar masyarakat dapat mencari ilmu diluar pendidikan formal. Salah satunya adalah Perpustakaan.
Perpustakaan memberikan sumbangsih besar dan signifikan dalam merangsang pencapaian tujuan SDM tidak hanya di wilayah perkotaan melaikan juga di pedesaan. Manfaat perpustakaan diyakini akan menjadi sarana transformatif bagi masyarakat desa apabila strategi yang penuh dengan stimulasi edukatif perpustakaan, masyarakat yang giat membaca bebar-benar akan bergerak menuju pembangunan SDM yang handal di era otonomi daerah. Dengan demikian, peran serta masyarakat dalam membangun, menuntut, mencerdaskan bangsa, yang tak terpisahkan dengan menggapai cita-cita masa depan SDM yang berkualitas, berfikir kritis dan mandiri.
Kehadiran perpustakaan melalui di wilayah desa merupakan wujud pendekatan pembangunan dari akar bangsa yaitu desa atau tepatnya masyarakat desa. Sebagaiman yang telah dan masih sedang dijalankan oleh pemerintah melalui program Taman Baca Masyarakat (TBM), pendekatan ini dinilai strategis, sebab melalui kehadiran perpustakaan desa, stimulasi terhadap niat baca masyarakat pedesaan membentuk sikap dan kesadaran bahwa membaca adalah kebutuhan hidup. Selain itu, keberadaan perpustakaan di wilayah pedesaan juga merupakan upaya memasyarakatkan membaca atau membudayakan membaca menjadi budaya masyarakat desa. Dengan begitu, masyarakat desa tidak akan terus termarjinalisasi dalam proses peningkatan SDM serta dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
Adapun tujuan dan manfaat pengadaan Taman Baca Masyarakat ialah: Tujuan: 1) membangun Sumber Daya Manusia masyarakat pedesaan, 2) membudayakan dan memasyarakatkan membaca dikalangan masyarakat desa, 3) membekali masyarakat desa dengan sumber-sumber informasi mutakhir yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan wilayah pedesaan, 4) mengupayakan pemerataan dan peningkatan kualitas pengetahuan dan keterampilan masyarakat desa dalam berinovasi dan berkreasi. Manfaat: 1) masyarakat desa memperoleh keluasan akses terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui sumber-sumber bacaan yang tersedia di TBM, 2) masyarakat desa memiliki kebiasaan terpola hidupnya dengan membaca, 3) meningkatnya pengetahuan, kecerdasan, keritisan dan kemandirian masyarakat desa, 4) meningkatnya memiliki daya inovasi dan kreatifitas pengembangan keterampilan (live skill) yang dapat menolong mereka hidup secara produktif, 5) masyarakat dan pemerintah mengalami sinergitas dalam penyelenggaraan pembangunan desa di segala bidang.
Tingkat Capaian.
Tingkat pencapaian program Taman Baca Masyarakat (TMB) sampai pada tahapan pembasisan opini dimasyarakat untuk menggalan ninat baca dan menulis bagi masyarakat desa. Selain itu, upaya lobi dan kesepakan program dengan Dinas pendidikan dan Kebudayaan TSS, Sub Bidang Pendidikan Kemasyarakatan untuk memasukan proposal pengusulan TBM di desa Binaus pada Tahun Anggaran 2010 nanti. Sementara ini proposal telah dimasukan kepada Sub Bidang Penmas dan menunggu realisasinya. Program TBM secara khusus diorientasikan untuk pengembangan live skiil kelompok-kelompok pekarya di desa, sehingga terjadi tranformasi dalam peran mereka sebagai kekuatan sosial kemasyarakatan yang pada akhirnya akan melahirkan tranformasi secara komprehensif di masyarakat desa. Perluasan jejaring bagi realisasi program ini juga dilakukan melalui diskusi intensif dengan beberapa NGO yang memiliki visi dan misi yang sejalan dengan program ini, baik dalam bentuk join program atau donatur. Pembentukan Relawan Muda Bangun Desa juga dalam perampungan kelengkapan struktur pengelolaan.
c) Sosialisasi Peraturan Desa (Perdes) untuk intensifikasi dan ekspensifikasi Pendapatan desa.
Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan desa, pengelolaan pendapatan desa merupakan salah satu unsur vital yang harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat mendukung (mengefektifkan dan efisiensi) terselenggaranya unrusan pemerintahan desa sesuai visi dan misi yang telah ditentukan sebelumnya atau dapat dikatakan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan desa tidak dapat dipisahkan atau menjadi bagian yang intergral sifatnya dengan pendapatan desa. Bahkan dapat dikatakan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan desa relatif sepenuhnya bergantung pada kekuatan ekonomi desa melalui pendapatan yang diterima desa. Dengan demikian pendapatan desa memainkan fungsi yang sangat penting dan menetukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan desa, baik pada aras kebijakan, strategi, program dan implementasinya.
Mengacu pada pemikiran di atas, maka menjadi suatu keharusan bagi pemerintah desa untuk mengupayakan pengelolaan pendapatan desa secara profesional sehingga pada akhirnya dapat menunjang keefektifan, efisiensi dan optimalisasi upaya pembangunan desa. Mengingat pula, sedemikian kompleksnya urusan-urusan pemerintahan desa yang membutuhkan dukungan anggaran, maka prinsip intensisfikasi dan ekstensifikasi pendapatan desa perlu diatur sedemikian rupa sehingga tersedia sumber-sumber pendapatan yang pada akhirnya dapat dipertahankan dan dikembangkan bahkan dapat ditingkatkan demi ketercapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan desa. Sambil itu, diperhatikan dan dipertimbangkan agar penataan sistim pengelolaan pendapatan desa tidak membebankan masyarakat dan bahkan menghambat sumber-sumber pendapatan desa.
Intensifikasi secara sederhana berkaitan dengan pendapatan desa yang diupayakan untuk menunjang penyelenggaraan pemerintahan desa. Sumber pendapatan ini dapat dapat bersumber dari pendapatan asli desa (retribusi) yang meliputi: retribusi penjualan ternak (sapi dan babi), pendaftaran bayi balita baru, penghapusan nama penduduk desa yang meninggal dunia, penyelesaian masalah dan hasil tanah kas desa, pendaftaran orang nikah; bantuan pemerintah daerah, bantuan pemerintah pusat, bantuan pihak ketiga dan pinjaman pemerintah desa.
Ekstensifikasi pengelolaan keuangan desa merupakan bentuk pengelolaan yang sifatnya timbal balik dari pendapatan desa yang telah diperoleh berdasarkan sumber-sumber pendapatan desa. Walaupun upaya intesifikasi ini terbatas pada upaya pemenuhan kebutuhan desa dan masyarakatnya baik langsung maupun tidak lagsung. Ekstensifikasi ini meliputi pengeluaran desa yang terbagi dalam 2 kategori yakni pertama, Pengeluaran Rutin: pos belanja pegawai, pos belanja barang, pos perjalanan dinas, pos biaya rapat/sidang, dsb. Dan kedua, Pengeluaran Pembangunan: pos prasaranan dan sarana pemerintah desa, pos prasarana produksi, pos prasarana sosial, pos pengembangan SDM, pos pengembangan ekonomi, dan dana taktis.
Oleh karena signifikansinya dalam mendukung penyelenggaraan urusan pemerintahan di desa, maka upaya sosialisasi pengelolaan sumber pendapatan desa diberikan secara terbatas yakni kepada aparatur desa yang memeng secara langsung merupakan pengelola pendapatan desa demi pencapaian tujuan pembangunan desa. Dalam wujud yang sifatnya formal yuridis, maka pengelolaan sumber-sumber pendapatan desa dapat dituangkan dalam Peraturan Desa (Perdes) sehingga dapat menjadi pedoman pengelolaan pendapatan desa.
Tingkat pencapaian:
Tingkat pencapaian dari program ini ialah partisipasi total dalam penggodokan LKPJ Kepala Desa Binaus pada masa akhir pemerintahan dan telah diselesaikan selama 1 minggu. Sementara untuk penggodokan Perdes masih dalam bentuk draf (naskah rancangan) sambil menunggu pengucuran dana Alokasi Dana Desa (ADD) yang belum direalisasikan oleh Pemda TTS.
d) Diskusi tematis untuk pembuatan Peraturan Desa (Perdes) tentang perlindungan hutan (flora dan fauna serta ketersediaan sumber air tanah).
Diskusi tematis dalam rangka rencana pembuatan Peraturan Desa (Perdes) untuk perlindungan hutan dilatarbelakangi oleh pertimbangan-pertimbangan yang telah diurai pada bagian sebelumnya terkait bidang kehutanan. Diskusi tematis ini dikaukan secara terbatas dengan aparatur desa dan dilakukan di kantor desa pada waktu/jam kerja pemerintah desa.
Potensi desa Binaus di bidang kehutanan berkaitan dengan kekayaan flora dan fauna serta fungsi hutan sebagai penyimpan air tanah yang dapat dimanfaatkan sebagai air minum dan pemenuhan kebutuhan air di bidang pertanian dan perkebunan. Praktek penebangan hutan berpotensi memusnahkan ekosisten. Punahnya sumber daya flora dan fauna serta kerusakan mata air dan krisis air minum serta pengairan untuk pertanian dan perkebunan. Apalagi, kebutuhan air minum, khusunya sumber air bersih di desa, masyarakat masih mengandalkan potensi sumber air di sekitar hutan.
Dengan demikian, diskusi tematis ini dilihat sangat urgen bagi aparatur desa. Upaya mengidentifikasi kekayaan flora dan faina serta area hutan sebagai penyimpan air tabah dan penahan erosi dijadikan priritas dalam diskusi. Dari upaya identifikasi ini, rumusan peraturan dapat dibuat disesuaikan dengan tingkat kebutuhan akan tujuan yang ingin dicapai. Kontribusi konkrit dari diskusi ini diharapkan bahwa area swaka hutan, swaka marga satwa, area penyimpan air tanah dan penahan erosi dapat dilestarikan secara baik guna keberlangsungan kehidupan masyarakat.
Tingkat pencapaian
Kegiatan ini ialah dilakukannya diskusi tematis secara intens selama 2 hari yang bertempat di kantor desa Binaus. Sementara proses indentifikasi sumber daya hutan dilakukan melalui wawncara, observasi dan penelusuran pada sumber-sumber tertulis lainnya berkaitan dengan potensi hutan, swaka marga satwa serta flora dan fauna desa. Identifikasi ini menghasilkan: 1) Kawasan hutan memiliki kekayaan flora seperti berbagai jenis ampupu (Eucalyptus urophylla) yang tumbuh secara alami dan jenis cendana (Santalum album). Selain itu di sini dapat ditemui berbagai jenis pohon lainnya seperti hue (Eucalyptus alba), bijaema (Elacocarpus petiolata), haubesi (Olea paniculata), kakau atau cemara gunung (Casuarina equisetifolia), manuk molo (Decaspermum fruticosum), dan oben (Eugenia littorale). Ada juga salalu (Podocarpus rumphii), natwon (Decaspermum glaucescens), natbona (Pittospermum timorensis), kunbone (Asophylla glaucescens), tune (Podocarpus imbricata), natom (Daphniphylum glauceccens), kunkaikole (Veecinium ef. Varingifolium), tastasi (Vitex negundo). Kemudian ada juga manmana (Croton caudatus), mismolo (Maesa latifolia), kismolo (Toddalia asiatica), pipsau (Harissonia perforata), matoi (Omalanthus populneu) dan aneka jenis paku-pakuan dan rumput-rumputan.
2) Selain kaya dengan flora, kawasan kawasan hutan Binaus juga menyimpan aneka fauna khas Timor seperti rusa timor (Cervus timorensis), kus-kus (Phalanger orientalis), babi hutan (Sus Vitatus), biawak (Varanus salvator), biawak timor (Varanus timorensis). Di sini juga ada sanca timor (Phyton timorensis), ayam hutan (Gallus gallus), punai timor (Treon psittacea), betet timor (Apromictus jonguilaceus), pergam timor (Ducula cineracea), perkici dada kuning (Trichoglosus haematodus).
3.2 Hambatan Dalam Pelaksanaan Kegiatan atau Program
Pembuatan Media Pendidikan Rakyat.
Hambatan pembuatan media pendidikan rakyat lebih pada faktor dana percetakan. Walaupun berbagai macam upaya penggalangan dana telah diupayakan, namun tidak diperoleh. Hanya perolehan dukungan lay out dari pihak Infokom TTS.
Pengadaan Taman Baca Masyarakat (TBM).
Hambatan dalam pengadaan TBM ialah dukungan donatur dari pihak Pemerintah Daerah atau swasta yang masih kurang untuk memajukan SDM masyarakat desa. Nampaknya, perhatian pemerinyah cukup rendah dalam hal pengembangan SDM desa.
Sosialisasi Peraturan Desa (Perdes) untuk intensifikasi dan ekspensifikasi pendapatan desa.
Hambatan dalam pembuatan Perdes barkaitan dengan sumber pendapatan desa ialah banyak masyarakat belum melihat peran sumber pendapatan desa memberikan kontribusi signifikan bagi pembangunan desa. Hal ini melahirkan hambatan berikut yakni tidak konsistennya masyarakat dalam partisipasinya untuk mendukung penguatan sumber pendapatan desa.
Diskusi tematis untuk pembuatan Peraturan Desa (Perdes) tentang perlindungan hutan (flora dan fauna serta ketersediaan sumber air tanah). Hambatan dalam kegiatan ini, selain hambatan dana terdapat juga hambatan perilaku masyarakat yang masih kurang menjaga pelestarian hutan. Hambatan lain dari segi pengembangan hutan sebagai hutan berbasis produksi ialah masih lemahnya SDM pemerintah dan masyarakat dalam pengembangan ekonomi berbasis hutan.














BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
a) Di bidang pendidikan, orientasi pembangunan desa memang telah mengacu pada kebutuhan pembangunan SDM masyarakat desa. Namun, terdapat beberapa kelemahan berkaitan dengan prioritas pembangunan SDM yakni lebih banyak pembangunan di bidang pendidikan diorientasikan pada pembangunan yang sifatnya fisik atau mengurgenkan pembangunan infrastruktur fisik. Sedangkan, pembangunan infrastruktur manusia atau Human Capital (SDM) seringkali menjadi nomor ke-2 dari upaya pembangunan di bidang pendidikan.
b) Dari segi pembangunan di pendidikan non formal terlihat jelas bahwa pemerintahan desa melaksanakan secara optimal paya yang disebut sebagai otonomi desa. Implementasi kebebasan atai lebih tepatnya independensi kewenangan desa, telah memberikan kontribusi signifikan bagi penataan SDM melalui bidang non formal. Oleh karena itu, beberapa program pembangunan human capitas berbasis masyarakat dengan dukungan sumber-sumber informasi dan pengetahuan serta teknologi yang sederhana dipandang sebagai langkah strategis, guna mengisi kelemahan peran Pemerintah Daerah dalam hal mendukung Pemerintah Desa membangun masyarakatnya, baik dari segi, dana, sarana dan prasarana bahkan yang paling penting ialah penguatan kapasitas.
c) Pengembangan di bidang kehutanan juga merupakan kunci pembangunan desa hutan seperti Binaus. Konsep pengembangan hutan menjadi todak merdampak secara optimal bagi kesejahteraan rakyat oleh karena sebagaian besar hasil hutan seperti kayu olahan dengan tingkat produksi yang tinggi dan mahal dikuasai oleh pemerintah. Di sini konsep hutan adat menjadi mubasir dan tidak hakiki. Pengalihan hutan ke tangan masyarakat adalah tuntutan yang urgen. Namun, hal tersebut memerlukan prasyarat yang harus dipenuhi yakni membangun kesadaran masyarakat untuk mengelola hutan secara tepat dan bijaksana bagi keberlangsungan ekosistim dan untuk pemenuhan kesejahteraan rakyat.
d) Kebijakan desa untuk melakukan swaka hutan, swaka marga satwa dan wilayah penahan air tanah serta erosi harus konsisten dilakukan. Sebab, hal tersebut menjadi penopang keseimnagan ekositem desa dan wilayah sekitar. Pengembangan hutan berbasis produksi dapat menjadi sumber pendapatan yang menguntungankan dan membantu pengembangan kesejateraan masyarakat desa. Oleh karena itu, diperlukan analisis dampak lingkungan dan analisi sosial yang cermat dalam upaya pengembangan hutan produksi.
e) Pengembangan di bidang pertambangan sudah harus menjadi prioritas desa. Bukan pada level eksploitas sumber pertambangan melaikan pada penguatan kapasitas masyarakat adat untuk menguasai, memelihatra, mengelola dan memanfaatkannya. Sumber daya tambang yang ada di desa tidak merupakan suatu unsur dari tersendi melainkan merupakan bagian dari ekositen. Oleh karena itu, harus ada atau tumbuh kekuatan politik mastarakat ada untuk melindungi hak-hak masyarakat ada dalam memanfaatkan potensi tambang tersebut. Pada intinya, kelembagaan pertambagan yang dikelola rakyat dengan cara yang tepat dan ramah lingkungan serta memiliki pemesaran yang menguntungkan akan memberikan dampak positif bagi peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
f) Pembangunan di bidang pemerintahan harus diprioritaskan pada pada penguatan kapasitas SDM aparatur. Dengan peningkatan SDM aparatur desa, hal kompetensi dan profesionalisme kerja akan jauh lebih bermanfaat dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan desa. Peran eksekutif desa dalam pembangunan, dengan memanfaatkan kewengan desa dalam upaya membangun jejaring guna mendukung pembangunan desa masih sangat diperlukan.
4.2 Rekomendasi Kegiatan untuk KBPM Periode Berikutnya
a) Pembagaunan SDM masyarakat desa melalui program pengedaan media pendidikan rakyat yang telah dirintis.
b) Penyelenggaraan Taman Baca Masyarakat yang akan direalisasikan pada tahun 2010.
c) Penguatan SDM aparatur desa melalui program pelatihan pembuatan Restra Desa, RPJM Desa, Pelatihan Pembuatan Perdes, riset pertumbuhan domestik regional Bruto (PDRB) Desa.
d) Pembentukan Kelompok Pertambagan Rakyat.

LEMBARAN PENGESAHAN LAPORAN INDIVIDU
LAPORAN AKHIR INDIVIDU
KBPM UKAW TAHUN 2009



DOSEN PENDAMPING


MAHASISWA KBPM
CHRISTIAN MANU, SE YORIM KIUK









KEPALA DESA BINAUS



NAHOR TASEKEB









KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehaditar Tuhan Yang Maha Esa, kerena rahmat-Nya seluh rangkaian Kegiatan Belajar dan Pendampingan Masyarakat (KBPM) serta Laporan Akhir Individu ini dapat diselesaikan dengan baik. Membicarakan tentang latar belakang Kegiatan Belajar dan Pendampingan Masyarakat (KBPM), maka tidak dapat dilepaskan dari citra Universitas sebagai suatu badan otonom yang betujuan mencari demi kebenaran itu sendiri. Selain itu, sebagaimana dianut oleh kelompok yang mengemukakan konsep tentang “Universitas Kritis”, dimana Universitas dipandang sebagai sebuah kesatuan sosial. Oleh karenanya, Universitas tidak telepas dari dinamika atau pergulatan internal masyarakat. Dan karena eksistensinya integral dengan masyarakat, maka mau tak mau (harus) menyatakan perannya dalam menyelesaikannya. Atau singkatnya, universitas dipandang sebagai agen perubahan sosial.
KBPM merupakan bagian integratif dari Try Dharma Perguruan Tinggi (PT) yakni pengajaran, penelitian dan khusunya pengabdian pada masyarakat. Dengan perubahan paradigma dalam konteks pengabdian masyarakat yang diemban universitas, maka pengejewantahan pengabdian masyarakat oleh universitas memperoleh cara pandang akan sesuatu atau memiliki model/pola ideal dalam mengimplemantasikan pengabdiannya. Atau singkatnya, keseluruhan konstelasi kepercayaan, nilai, teknik yang dimiliki bersama oleh Universitas serta masyarakat ilmiah untuk diterapkan sebagai cara memperoleh penyelesaian problem kemasyarakat.
Dalam konteks spresifikasi keilmuan, penulis selam masa KBPM telah berupaya semaksimal mungkin untuk mengimplementasikan apa yang dapat penulis lakukan sebagai seorang mahasiswa Fakultas Hukum. Diantaranya melakukan pengembangan kapasitas SDM pemerintah dan masyarakat melalui diskusi tematis pembuatan Peraturan Desa (Perdes) dan perumusan Peraturan Desa (Perdes) berkaitan dengan sumber-sumber pendapatan desa serta perlindungan dan pelestarian hutan ulayat. Yang kemudian didukung dengan media serta sumber pengetahuan dan informasi untuk pengembangan SDM masyarakat desa, khususnya pada ranah Hukum. Walaupun, upaya yang dirasa telah maksimal, berbagai kekurangan tetap mewarnai keseluruhan proses belajar dan membelajarkan ini. Oleh kerena itu, kritik dan saran konstruktif secara legowo terima demi pengembangan diri dan keilmuan yang lebih mantap.































Lampiran 2. Foto Diskusi Tematis dengan Aparat Desa






























Lampiran 3. Kalender Kegiatan






























Lampiran 4. Absen Kehadiran di Lapangan






























LAPORAN AKHIR INDIVIDU
KBPM UKAW TAHUN 2009
Di Lokasi Desa Binaus, Kecanatan Mollo Tengah
Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS)
Logo













FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS KRISTEN ARTHA WACANA
KUPANG
2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar