Rabu, 10 Februari 2010

Laporan KBPM Desa Binaus

James Faot

BAB I
IDENTIFIKASI MASALAH DAN RENCANA KEGIATAN
1.1 Diskripsi Masalah Berdasarkan Disiplin Ilmu
a. Sumber Daya Manusia
Tingkat Usia
Dapat pula digambarkan penduduk menurut usia di desa Binaus sebagai berikut:
• Usia 0 bulan – 4 Tahun sejumlah 126 orang;
• Usia 5 Tahun – 7 Tahun sejumlah 80 orang;
• Usia 8 Tahun – 15 Tahun sejumlah 170 orang;
• Usia 16 Tahun – 54 Tahun sejumlah 538 orang;
• Usia 54 ke atas sejumlah 152 orang.
Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan penduduk desa dapat dideskripsikan sebagai berikut:
• Penduduk dengan kategori buta aksara fungsional sejumlah 198 orang;
• Penduduk usia 3-6 tahun yang masuk Taman Kanak-Kanak (TK) dan Kelompok Bermain sejumlah 37 orang;
• Penduduk dengan kategori sederajat Sekolah Dasar (SD) atau sederajat sejumlah 198 orang;
• Penduduk dengan kategori tidak tamat Sekoloah Dasar (SD) sejumlah 100 orang;
• Penduduk dengan kategori sedang melaksanakan studi di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau sederajat sejumlah 186 orang;
• Penduduk dengan kategori tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sejumlah 15 orang;
• Penduduk dengan kategori tidak tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sejumlah 25 orang;
• Penduduk dengan kategori sedang melaksnakan studi di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) sejumlah 35 orang;
• Penduduk dengan kategori tamat Sekolah Menengah Atas (SMA) sejumlah 40 orang;
• Penduduk dengan kategori tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sejumlah 15 orang;
• Penduduk yang sedang menjalani studi D2 sejumlah 2 orang;
• Penduduk yang tamat D2 sejumlah 2 orang;
• Penduduk yang tamat D3 sejumlah 2 orang;
• Penduduk yang sedang menjalani studi S1 sejumlah 4 orang;
• Penduduk yang tamat S1 sejumlah 11 orang;
Rasio Guru Dan Murid
• Jumlah guru TK dan kelompok Bermain Anak 2 orang;
• Jumlah siswa TK dan kelompok Bermain Anak 35 orang;
• Jumlah guru SD dan sederajat 18 orang;
• Jumalah siswa SD dan sederajat 144 0rang;
• Jumlah guru SLTP dan sederjat 19 orang;
• Jumlah siswa SLTP dan sederajat 186 orang;
Pendidikan nonformal
• Penyelenggaraan Pendidikan Penyetaraan (Paket),
• Penyelenggaraan sanggar anak,
• Pembentukan kelompok tani,
• Pembentukan kelompok peternakan,
• Sosialisasi hak anak level desa
• Workshop perlindungan anak sekolah
• Kampanye gender
• Kampanye hak anak (dusun A)
• Kampanye kesehatan reproduksi
• Community Development Plan (CDP)
• Sosialisasi NSCP
• Pendampingan keaksaraan fungsional
• Temu bisnis dan pelatihan manajemen bisnis
• Pengembangan Demplot Sistem Rice of Intencivication (SRI)
• Sosialisasi gender
• Pelatihan CMP
• Sosialisasi gender bagi remaja gereja
• Pelatihan konservasi tanah dan air
• Pelatihan pembibitan kemiri
• Sosialisasi hak anak
• Pengembangan pertanian terpadu
• Pengembangan lahan pekarangan
• Pelatihan dokter kecil
• Pelatihan pembuatan sirup jeruk keprok
Pendidikan Gerejawi
Pendidikan gerejawi yang dilaksanakan di Jemaat Syalom Sakteo desa Binaus meliputi: Kebaktian Mingguan, Kebaktian Rumah Tangga, kebaktian Sekolah Minggu, Rabu Gembira dan Ketekasisasi.
Bidang Pendidikan
Peluang pengembangan Sumber Daya Manusia/SDM di desa Binaus pada prinsipnya didasarkan pada kesadaran bahwa bidang pendidikan merupakan faktor kunci bagi terlaksananya upaya pengembangan dan pemajuan desa serta masyarakatnya. Sebagaimana dikaui pula bahwa salah satu indikator kemajuan suatu wilayah sangat dipentukan oleh seberapa majunya masyarakat wilayah tersebut memperoleh pendidikan. Dengan kata lain, jikalau desa memilki masyarakat yang dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai serta kesadaran untuk melaksanakan pembangunan desa dalam artian yang kompleks, maka progresifitas pembangunan akan diraih serta kesejahteraan merupakan hal yang niscaya bagi mereka.
Dari segi SDM pengembangan desa dapat direncanakan dan diimplementasikan dengan melihat secara cermat peluang pengembangan yang ada baik secara internal dan eksternal. Berikut ini, dideskripsikan peluang-peluang pengembangan SDM yang dapat dipayakan di desa Binaus, yakni sebagai berikut:
Pada pendidikan formal dengan mengidentifikasi dan menginventarisasi potensinya yang mendukung penyelenggaraan pendidikan di bidang formal dapatlah kita gariskan strategi kebijakan dan program-program pengembangan SDM desa khususnya berkaitan dengan Pendidikan formal.
Dilahat dari tingkat usia penduduk desa Binaus yang dapat dikategorikan memiliki usia akan masuk sekolah dan sedang bersekolah, baik itu pada level TK, SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi, maka tingkat kebutuhan pendidikan masyarakat desa akan sekolah menunjukan tingkat kecendrungan yang tinggi. Setidaknya, ini dilihat dari estimasi kasar dari berdasarkan tingkat usia dan dalam konteks usia sekolah. Sudah tentu, beberapa tahun ke depan terdapat ratusan anak yang harus tepenuhi kebutuhan pendidikannya pada tingkat pendidikan baik TK, SD, SMP, SMA dan PT. Misalkan, jumlah anak usia 3-6 tahun yang kini menempuh pendidikan pada tingkat pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) dan Kelompok Bermain dengan jumlah 37 orang, anak yang sedang menempuh pendidikan pada tingkat SD atau sederajat berjumlah 198 orang, sedang berstudi di tingkat SMP atau sederajat berjumlah 186 orang dan yang sedang berstudi pada tingkat SMA berjumlah 35 orang, maka harus ada upaya perluasan atau pembukaan sekolah baru. Upaya perluasan dilakukan untuk mengantisipasi peningkatan jumlah siswa yang dapat diserap di sekolah yang ada di desa dan pembukaan sekolah baru dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sekolah anak pada tingkat pendidikan SMA yang memang belum ada di wilayah desa. Dengan demikian apa yang menjadi potensi pengembangan di bidang pendidikan berdasarkan deskripsi di atas ialah potensi jumlah anak usia sekolah yang harus memperoleh kebutuhan pendidikannya, khusunya diprioritaskan pada tingkat SMA senagai sesuatu yang urgen sifatnya.
Selain itu, kebutuhan akan peningkatan kualitas atau mutu pendidikan sebagai syarat utama berlangsungnya penyelenggaraan pendidikan serta demi mencapai out put pendidikan yang kompeten dan memiliki produktifitas tinggi dalam pembangunan desa nantinya. Beberapa hal yang menjadi urgen dan signifikan bagi pemenuhan kualitas penyelenggaraan pendidikan ialah pertama, ketersedian sumber belajar (buku dan lainnya) yang proporsional dan berkualitas. Hal ini didasarkan pada pertimbangan akan kurangnya kuantitas dan kualitas buku penunjang sebagi salah satu sumber belajar bagi siswa. Misalnya, pada SD Negeri Sakteo (Desa Binaus), sekolah walaupun memiliki stok buku pelajaran yang dialokasikan dari dana BOS, akan tetapi, tidak didapati ketersediaan perpustakaan sekolah yang dapat dimanfaatkan oleh siswa ataupun guru untuk memenuhi kebutuhan belajarnya. Sudah tentu ini berdampak negatif pada mutu penyelenggaraan pembelajar baik itu untuk guru maupun siswa. Apalagi, hal ini diperparah dengan harga penjualan buku paket pembelajaran bagi siswa dan guru yang mahal bagi mayoritas siswa dengan latar belakang keluarga petani yang jangankan untuk memenuhi kebutuhan buku anaknya, malahan untuk menuhi kebutuhan dasarpun relatif sulit. Dengan demikian peluang pengembangan pendidikan didasarkan pada pertimbangan akan urgensitas bahkan emergensitas pemenuhan kebutuhan keterjangkauan, kuantitas dan kualitas sumber belajar. Dengan demikian hal ini harus menjadi hal prioritas dalam upaya pengembangan potensi pendidikan bahkan boleh dikatakan patut srta harus direalisasikan. Dan peluang untuk merealisasikan program pengembangan ini dapat secara bijaksana diupayakan dengan menggunakan atau memanfaatkan sumber daya anggaran strategis yakni dana bantuan pemerintah (Dana Bos) sehingga implementasi pengembangan pendidikan dari segi ini menghasilkan kemudahan, peningkatan kuantitas dan kualitas penyelenggaraan pembelajaran di sekolah, khususnya berkaitan dengan sumber belajar.
Selain itu, masih terdapat permasalahan lain yakni kualitas tenaga pengajar, khususnya pada tingkat pendidikan TK dan SD. Hak ini terlihat jelas dari tingkat pendidikan para guru yang hanya setara diploma 2 dan diploma 3 bahkan masih ada yang hanya memiliki kualifikasi pendidikan SMA. Walaupun, rata-rata guru yang ada memiliki tingkat pengalaman mengajar yang lumayan dari segi waktu yakni 10-25 tahun, namun tidak dapat dipungkiri bahwa mereka membutuhakan peningkatan profesionalisme baik secara manajerial dan pedagogik. Gambaran ini meberikan makna problematik bagi sekolahn guru dan siswa serta masyarakat jika tuntutan peningkatan profesionalisme tidak segera dipenuhi. Tentu saja, dengan mempertimbangkan dinamika perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin menuntut lembaga pendidikan dan praktisi pendidikan menyesuaikan diri dengan progresifitasnya, kebutuhan masyarakat juga dipacu dinamikanya dengan dampak kemajuan tersebut. Oleh karena itu, menjadi urgen untuk memenuhi sekolah dan guru memenuhi tuntutan profesionalisme sebagai syarat kualitatif dari terselenggaranya pendidikan yang berkualitas.
Dengan demikian peluang pengembangan pendidikan dari segi peningkatan profesionalsme tenaga pengajar tentu dengan memanfaatkan peluang-peluang atau kesempatan-kesempatan yang secara formal bahkan nonformal dapat dimanfaatkan sekolah dan guru guna meningkatkan profesionalismenya.
Pada pendidikan nonformal
Peluang pengembagan Pendidikan Gerejawi dapat meliputi pengembagan profesionalisme guru sekolah minggu untuk pelaksanaan Sekolah Minggu dan rabu Gembira bagi anak-anak, katekasasi dan program kepemudaan yang memang belum ada di jemaat tersebut. Mengingat penting bahwa keberjalnjutan tongkat estafet pelayanan gereja terletak pada generasi muda geraja yakni anak-anak dan pemuda. Dengan demikian harus difokuskan pengembangan pendidikan pada tingkat Sekolah Minggu dan Pemuda.
Bidang Pendidikan
Kelemahan pengembangan potensi pendidikan pertama berkaitan dengan kondisi ekonomi masyarakat desa. Mayoritas masyarakat adalah petani dengan tingkat pendapatan yang rendah. Hal ini membuat mereka kesulitas untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anaknya. Apalagi kondisi ini diperparah dengan tendensi biaya pendidikan yang terus menerus naik, oleh karena liberalisasi dan privatisasi dunia pendidikan yang semakin jelas di tunjukan melalui kebijakan negara di bidang pendidikan nasional. Hal ini berdampak pada semakin mahalnya harga pendidikan, sehingga mereka yang lemah secara ekonomi harus terancam tidak berpendidikan.
Untuk pengadaan sekolah baru (SMA) di desa, diperlukan dukungan anggaran yang cukup besar. Perolehan anggaran pembangunan sekolah baru tentu saja tidak dapat mengharapkan desa berupaya sendiri untuk memenuhinya. Oleh karena itu, diperlukan dukungan anggaran dari pemerintah atau lembaga swasta guna merealisasikan kebutuhan desa berkaitan dengan pengadaan SMA di desa Binaus.
Peningkatan mutu pengajar, berkaitan dengan peningkatan kualifikasi dan kompetensi pengajar, khususnya pada tingkatan Sekolah Dasar (SD). Salah satu kelemahan dalam upaya peningkatan profesionalisme guru ialah keterbatasan wadah pengembangan diri baik secara formal maupun infomal yang dapat dimanfaatkan oleh guru. Kelemahan lain yang tidak kalah penting ialah cukup rendahnya motivasi pengembangan diri dari para guru. Pertama-tama ini diakibatkan oleh rendahnya tingkatan daya saing guru-guru di wilayah-wilayah desa dan kedua berkaitan dengan sikap puas atau merasa cukup dengan kualifikasi diri guru yang sudah ada. Hal ini dibuktikan dengan sulitnya bagi guru untuk memanfaatkan peluang pengembangan diri.
Peningkatan sumber belajar baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Ketersediaan sumber belajar/buku di sekolah yang belum dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Ketersediaan buku yang ada di sekolah masih disimpan dan belum dimanfaatkan khususnya bagi siswa. Hal ini menyebabkan tumbuhnya kultur belajar yang negatif yakni rendahnya minat belajar dan minat baca siswa. Dampak lanjutan dari kultur negatif ini ialah siswa memiliki kualifikasi yang rendah dari segi pengembangan pola pikir dan kecerdasan. Hal ini ditandai dengan rendahnya partisipasi siswa dalam kegiatan belajar terutama berkaitan dengan pengembangan konsep. Selain itu, budaya baca yang belum tumbuh secara merata dikalangan guru juga turut menjadi kelemahan dalam pengembangan kualitas pendidikan.
Kelemahan yang juga ditemukan dalam pengembangan pendidikan di bidang nonformal khususnya di bidang pengemnangan keterampilan (live skill) ialah masih kurangnya kesinambungan kegiatan-kegiatan yang menunjukan tingkat optimal dari hasil pengembangan keterampilan. Beberapa kelompok memangan mengalami stagnasi setelah dibekali dengan keterampilan guna mendukung mereka dalam mewujudkan kreatifitas dan inovasi. Selain itu, terdapat juga kelemahan dari segi ekonomi yakni dukungan dana guna melaksanakan upaya produktif berdasarkan keterampilan yang telah diterima atau dimiliki.
Sedangkan kelemahan pada pelaksanaan pendidikan gerejawi berkaitan dengan kemampuan SDM tenaga pelayan, sumber belajar yang masih kurang baik untuk anak-anak, katekasasi dan pemuda, serta sarana pendukung lainnya seperti kelengkapan pengejaran untuk tingkatan kependidikan di gereja.
Bidang Pendidikan
Hambatan yang terdapat dalam upaya pengembangan di bidang pendidikan antara lain:
Hambatan signifikan dan prinsipil dalam pengembangan potensi pendidikan berkaitan dengan kebijakan negara dalam bidang pendidikan. Kebijakan seperti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 09 Tahun 2009 Tentang Badan Hukum Pendidikan. Kebijakan ini berwatak komersial yakni memperdadangkan atau menkomodifikasi pendidikan nasional. Penerapan kebijakan ini pada prinsipnya merupakan wujud pemberangusan hak pendidikan rakyat dan pelepasan tanggung jawab negara atas pemenuhan hak pendidikan rakyat. Selain itu, kebijakan ini juga tidak memberikan peluang bagi rakyat miskin seperti masyarakat desa untuk memperoleh pendidikan secara lebih mudah, gratis dan bermutu.
Untuk pengadaan sekolah baru (SMA) di desa, nampaknya sudah merupakan kebutuhan urgen bagi masyarakat. Melihat jumlah anak usia sekolah yang sedang menjalani studi di tingkat pendidikan SMP, maka seharusnya tersedia wadah pendidikan setingkat SMA di desa untuk mengakomodir kebutuhan pendidikan mereka yang lulus nantinya. Pengadaan sekolah baru ini mengalami hambatan terutama berkaitan dengan mainset pemerintah pada tingkat kecamatan dan kabupaten yang belum menempatkan pengadaan wadah pendidikan setingkat SMA di wilayah desa atau kota kecamatan Mollo Tengah.
Hambatan dari segi anggaran sebenarnya bertolak dari inisiatif kebijakan pemerintah. Jikalau kebijakan penggadaan SMA pada tingkatan desa atau kecamatan Mollo Tengah telah dilihat sebagi kebutuhan yang sifatnya urgen, maka persolan anggaran adalah merupakan tanggung jawab pemerintah tanpa membebankan masyarakat. Selain itu, hambatan berkaitan dengan anggaran pengadaan SMA, otonomi desa memberikan peluang bagi pemerintah desa untuk bekerja sama dengan pihak ketiga untuk pengadaan sekolah pada tingkat SMA di desa. Hal ini, merupakan langkah yang sangat strategis dari pengejewantahan sumber daya pemerintahan desa yang sebagaimana pada tahun sebelumnya telah mengupayakan kerja sama dengan Lembaga nonpemerintah yakni I BEB dari Australia untuk pengadaan 1 Unit Sekolah Baru pada tingkat SMP di desa.
Hambatan yang dihadapi desa dalam upaya peningkatan mutu pengajar, berkaitan dengan minimnya atau terbatasnya wadah pengembangan diri baik secara formal maupun infomal yang dapat dimanfaatkan oleh guru SD di desa Binaus. Dan dari segi peningkatan sumber belajar baik dari segi kuantitas maupun kualitas ialah lemahnya kesadaran dan tindakan guru untuk memanfaatkan secara efektif dan efisien sumber belajar yang ada yakni stok buku pelajaran dan buku-buku penunjang pembelajaran lainnya. Hal ini menyebabkan tumbuhnya kultur belajar yang negatif yakni rendahnya minat belajar dan minat baca siswa. Dampak lanjutan dari kultur negatif ini ialah siswa memiliki kualifikasi yang rendah dari segi pengembangan pola pikir dan kecerdasan. Hal ini ditandai dengan rendahnya partisipasi siswa dalam kegiatan belajar terutama berkaitan dengan pengembangan konsep. Selain itu, budaya baca yang belum tumbuh secara merata dikalangan guru juga turut menjadi kelemahan dalam pengembangan kualitas pendidikan.
Hambatan yang juga ditemukan dalam pengembangan pendidikan di bidang nonformal khususnya di bidang pengembangan keterampilan (live skill) ialah ketiadaan modal usaha bagi kelompok-kelompok pekarya.
Sedangkan hambatan yang berkaitan dengan pengembangan pendidikan gerejawi di jemaat yakni keterbatasan dana pengembangan pendidikan gerejawi untuk baik anak-anak, remaja dan pemuda dan tingkat pendidikan palayan yang masih rendah.
a. Pendidikan
Permasalahan di bidang pendidikan dapat di bagi menjadi 2 (dua) yakni pendidikan formal dan pendidikan non formal. Di bagian pendidikan formal terdapat 3 (tiga) permasalahannya yakni (1) Belum adanya satuan pendidikan pada tingkat SMA di desa Binaus atau di kecamatan Mollo Tengah, sampai saat ini pasca pemekaran kecamatan pada tahun 2008 lalu dengan kecamatan Mollo Selatan. Pada prinsipnya sudah menjadi kebutuhan yang urgen sifatnya, jikalau satu kecamatan memiliki satu satuan pendidikan seperti SMA. Apalagi kebutuhan ini didukung dengan jumlah angkatan belajar yang cukup besar pada tingkat pendidikan SMP. Dengan demikian, sudah menjadi keharus bagi pemerintah melalui penentuan kebijakan untuk memprioritaskan pembangunan unit sekolah pada tingkatan SMA, sehingga setidak-tidaknya desa atau kecamatan memiliki SMA guna mengakomodasi kebutuhan pendidikan masyarakat. Kecamatan Mollo Tengah memiliki 6 desa dengan jumlah siswa SMP yang akan masuk SMA pada kurun waktu satu tahun ke depan mencapai beratus-ratus orang yang jumlahnya cukup bahkan melebihi jumlah standar 1 angkatan belajar pertahun untuk tingkatan SMA. Selain itu, desa binaus juga merupakan desa yang adalah juga kota kecamatan Mollo Tengah, sehingga letaknya strategis bagi pembangunan SMA. (2) masalah kurangnya profesionalisme guru khususnya pada tingkatanSDN Sakteo. Rata-rata guru memiliki pendidikan SPG yang telah memiliki masa tugas dari 10-25 tahun. Walaupun mereka memiliki kelebihan pengalaman akan tetapi dari segi progresifitas pengetahuan dan keterampilan sebagai pengajar mereka memiliki banyak kekurangan dalam bidang kependidikan sebagaimana yang telah berkembang saai ini. Hal ini berdampak pada mutu proses pendidikan yang berjalan di sekolah. Siswa hanya menerima pelajaran dari guru-guru berdasarkan pengalaman mereka seadanya. Keterampilan dan pengetahuan yang sudah kurang relevan dengan tuntutan kebuhan masyarakat di era perkembangan. Oleh karena itu, tentu saja ini berdampak pada mutu belajar para siswa. Dengan mutu proses yang rendah maka anak menghasilkan mutu hasil yang rendah pula. Dan dengan mutu hasil yang rendah dapat kita bayangkan sedemikian rendahnya potensi pengembangan SDM desa. (3) Mutu sumber belajar yang rendah baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Sumber belajar secara teoritik memainkan peran vital bagi peningkatan pengetahuan dan keterampilan baik guru dan siswa. Jikalau sumber belajar yang ada kurang bermutu maka tidak dapat memberikan kontribusi yang efektif dan bagi peningkatan pengetahuan dan keterampilan guru dan siswa. Pregres belajat berkutat di tempat apat dapat dikatakan mengalami stagnasi. Hal ini turut memberikan sumbangsih negatif bagi tumbuhnya kultur belajar yang menjadi tuntutan pendidikan. Budaya baca tulis pada lingkungan pendidikan akan sangat rendah. hal ini terindikasi jelas dari tidak tersediannya perpustakaan di sekolah. Kondisi ini memberikan kita gambaran prospektif yang pesimistik khususnya bagi peningkatan mutu pendidikan baik in put, proses dan out putnya.
Sedangkan pada bagian pendidikan non fornal, permasalahannya berkaitan dengan pengembangan live skill masyarakat desa yang kurang terencana baik dari segi konsep pengembangan, strategi dan arah serta tujuan yang ingin dicapai. Kekurangperencanaan ini mengkibatkan beberapa kelompok mengalami stagnasi dan tidak produktif pasca moment-moment pengembangan seperti kegiatan pendidikan dan pelatihan. Selain itu, beberapa kelompok pengembangan live skill yang memeiki orientasi produktif seperti kelompok tani, kelompok ternak, kelompok pengrajin juga menaglami stagnasi karena tidak memiliki modal dan fasilitas untuk berinovasi dan berkeasi bagi tujuan penyejehteraan mereka. Pada bagian lain dari pelaksanaan pendidikan non formal, salah satu kegiatan pendidikan seperti Sanggar Anak belum dapat dioperasikan karena belum memiliki dukungan instruktur serta tempat untuk menyelenggarakan kegiatannya. Untuk upaya penyetaraan pendidikan/paket dan pengentasan buta aksara fungsional cukup berhasil diupayakan. Hal ini ditandai dengan semakin menurunya masyarakat yang tergolong buta aksara fungsional dan yang meningkatnya masyarakat yang telah mengikuti paket penyetaraan pendidikan.
1.2 Penentuan Masalah Berdasarkan Skala Prioritas atau Urgensi
Bidang Pendidikan
Pada bagian pendidikan formal masalah yang sifatnya prioritas atau urgen bagi sekolah khususnya pada tingkatan SD ialah peningkatan profesionalisme guru SD yang memang masih sangat rendah sehingga menyebabkan rendahnya mutu belajar mengajar dan pengadaan perpustakaan sekolah sebagai jantung atau urat nadi pembelajaran. Dengan demikian, kedua upaya ini untuk mengakomodasi kebutuhan sumber belajar secara proporsional dan berkualitas bagi guru dan siswa di sekolah. Kedua masalah ini menjadi urgen oleh karena berkaitan secara langsung dengan kondisi mutu penyelenggaraan pembelajar di SD yang mengalami krisis mutu.
Sedangkan untuk bagian pendidikan non formal, permasalahan urgennya ialah pengembangan live skill masyarakat desa yang kurang terencana baik dari segi konsep pengembangan, strategi dan arah serta tujuan yang ingin dicapai. Selain itu, diperparah pula oleh ketiadaan modal dan dukungan fasilitas pengembangan program-program kelompok yang sifatnya produktif. Langkah terobosan yang diperlukan untuk masalah di atas ialah perbaikan konsep konsep pengembangan live skill secara terintegrasi dan mutualis serta sesuai dengan dengan potensi SDA desa, ketersediaan sarana dan prasarana pendukung yang tersedia di desa dan dengan modal pengembangan yang madap dijangkau oleh kekuatan ekonomi kelompok. Penyelenggaraan Sanggar Anak sebagai wadah pendidikan anak secara non formal juga merupakan masalah urgen. Sebab, konsep penyelenggaraan Sanggar Anak mengakomodir sekian banyak kepentingan peningkatan SDM di desa seperti pelestarian dan penguatan seni budaya lokal, promosi seni dan budaya lokal, wadah pengembangan kreatifitas anak, pendidikan hak anak, penyetaraan gender dan lainnya difokuskan melalui program ini. Untuk realisasi Sanggar Anak, upaya partisipatif yang dapat dilakukan ialah memberikan dukungan dana dan sumber belajar untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan anak di wadah tersebut. Upaya konkrit yang dilakukan ialah memberikan usulan program ke pihak Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan Sub Dinas Pendidikan Luar Sekolah untuk implementasi program Taman Baca Anak dan sarana pendidkan sanggar lainnya seperti alat musik.
Uergensitas problem pengembagan pendidikan gerjawi ialah peningkatan profesionalisme tenaga pelayan untuk Sekolah Minggu, Rabu Gembira, Remaja dan Pemuda, selain itu juga urgenuntuk dilakukan peningkatan sumber belajar bagi kebutuhan peningkatan pengetahuan dan iman anak, remaja dan pemuda.
1.3 Penentuan Rencana Kegiatan Berdasarkan Urgensi
1.3.1 Kegiatan Fisik
Kegiatan fisik yang direncanakan ialah partisipasi dalam pembangunan gedung Taman-Kanak-Kanak serta pembuatan etalase untuk perpustakaan sekolah, volak group pemuda.
1.3.2 Kegiatan Non Fisik
a. Pembuatan Media Pendidikan Rakyat dalam bentuk News Letter yang direncanakan terbit setiap bulan.
b. Pelaksanaan pelatihan jurnalistik desa untuk pengelolaan media Pendidikan Rakyat.
c. Pengadaan Taman Baca Masyarakat (TBM).
d. Pelaksanaan pelatihan Riset Tindakan Kelas bagi guru SD.
e. Mengajar PAK SD.
f. Mengajar Katekasasi.
g. Pelaksaan pelatihan Guru Sekolah Minggu Tingkat I melalui program TCI.





















BAB II
PELAKSANAAN KEGIATAN / PROGRAM
2.1 Kegiatan / Program fisik
Kegiatan fisik yang direncanakan ialah partisipasi dalam pembangunan gedung Taman-Kanak-Kanak serta pembuatan etalase untuk perpustakaan sekolah dan vokal group pemuda.
2.2 Kegiatan / Program Non fisik
Sedangkan, pelaksanaan kegiatan non fisik yang telah direncanakan tidak semuanya dapat dijalankan. Adapun kegiatan yang dapat dijalankan antara lain:
a. Pembuatan Media Pendidikan Rakyat.
b. Pengadaan Taman Baca Masyarakat (TBM).
c. Mengajar PAK di SD.
d. Mengajar Katekasasi.


















BAB III
EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN / PROGRAM
3.1 Tingkat Pencapaian Kegiatan / Program
a) Pembuatan Media Pendidikan Rakyat.
Pembuatan media ini dilatarbelakangi oleh kesadaran akan kondisi keterbukaan dan mobilitas penggunaan atau pemanfaatan IPTEK, khususnya dalam bidang teknologi informasi media masa, dimana media dipandang sebagai pilar utama dalam penyebaran kemajuan serta perkembangan IPTEK bagi masyarakat. Ironisnya, jika kita melakukan perbandingan objektif berdasarkan kondisi riil dalam hal keterbukaan dan pemerataan kesempatan masyarakat dalam memanfaatan IPTEK, termasuk juga teknologi informasi, terdapat semacam kesenjangan atau gap yang jelas antara kota dan masyrakatnya dengan desa dan masyarakatnya. Gap ini tidak lain adalah fakta bahwa visi pembangunan berjalan secara asimetris. Dimana masyarakat kota mendominasi pemanfaatan IPTEK, sedangkan masyarakat desa terisolasi dari IPTEK. Masyarakat kota memiliki mobilitas yang tinggi dalam pemanfaatan IPTEK tetapi masyarakat desa memiliki mobilitas yang rendah atau bahkan tidak mobil terhadap IPTEK.
Dengan demikian, salah satu wujud yang perlu diupayakan guna membangun masyarakat desa adalah dilakukan reorientasi pembangunan desa dan masyarakatnya, sehingga terjadi keterbukaan dan pemerataan akses serta mobilitas IPTEK bagi mereka. sebab, langkah ini merupakan sebentuk terobosan fundamental dan strategis yakni membangun invrastruktur manusia desa sebelum membangun invrastruktur fisik.
Adapun maksud dan tujuan program dimaksud ialah: Maksud; 1) menyediakan media edukatif alternatif bagi pemerintah dan masyarakat pedesaan, 2) mendekatkan media informasi edukatif dengan masyarakat pedesaan. Serta menjadikan media informasi edukatif sebagai bagian dalam keseharian masyarakat, 3) meminimalisir bahkan menghilangkan kesenjangan akses dan mobilitas media informasi masyarakat pedesaan di tengah cepat dan pesatnya perkembangan IPTEK, khususnya akses dan mobilitasnya terhadap media informasi, 4) menjadikan masyarakat sebagai prakarsa dan pelaku aktif berpoperasinya media informasi edukatif, 5) menyediakan wadah informasi edukatif bagi masyarakat pedesaan yang relevan dengan kebutuhan dan permasalahannya, 6) merangsang partisipasi aktif dan langsung bagi masyarakat desa dalam mengawal proses pembangunan sumber daya manusia dan alam di pedesaan. Tujuan; 1) tumbuhnya keterbukaan, pemerataan serta meningkatnya mobilitas masyarakat pedesaan dalam hal pengenalan, pemahaman serta pemanfaatan media informasi edukatif, 2) pemerintah dan masyarakat pedesaan memiliki kelengkapan pengetahuan dan keterampilan jurnalitik serta cara pengelolaannya, sehingga dapat berperan sebagai garda depan pemberdayaan SDM dan SDA di pedesaan, 3) tumbuhnya transrofmasi kesadaran, partisipasi dan sinergitas antar pemerintah dan masyarakat dalam mengawal pembangunan pedesaan, baik strategi arah dan tujuan serta sasaran pembangunan, 4) terwujudnya masyarakat pedesaan yang cerdas, kritis, inovatif, konstuktif dan demokratis.
Tingkat Capaian.
Karena sifat program ini jangka panjang, sulit untuk memberikan indikator secara kuantitas terkait tingkat capaian atau raihan dari pelaksaaan prorgam ini. Namun, dapat dideskrpsikan sejauhmana program ini berjalan. Dari segi ide program ini memdapatkan antuasiasme yang tinggi dari pemerintah, masyarakat serta beberapa LSM yang beroperasi di desa. Upaya penggalangan dukungan diperoleh dari beberapa pihak seperti Infokom Kabupaten TTS dan LPID Kupang. Dukungan dari Pemerintah propinsi juga diperoleh melalui alokasi dana percetakan pada Oktober 2009 (belum bisa dipastikan besarannya), dan dari pihak PLS TTS. Oleh karena itu, program ini masih tetap berjalan sambil mempersiapkan berbagai macam kebutuhan pendukung terealisasinya program dimaksud.
b) Pengadaan Taman Baca Masyarakat (TBM).
Pengadaan Taman Baca Masyarakat (TBM) dilatarbelakangi oleh kesadaran bahwa membangun sebuah komunitas masyarakat yang kuat tak akan dapat lepas dari kebiasaan komunitas itu dalam berusaha membekali diri dengan ilmu pengetahunan. Terlalu naif jika semua hal yang bersinggungan dengan peningkatan sumber daya manusia hanya dititikberatkan pada kegiatan pembelajaran formal belaka. Pemerintah harus sudah mulai dengan kesungguhan untuk memberikan solusi tepat agar masyarakat dapat mencari ilmu diluar pendidikan formal. Salah satunya adalah Perpustakaan.
Perpustakaan memberikan sumbangsih besar dan signifikan dalam merangsang pencapaian tujuan SDM tidak hanya di wilayah perkotaan melaikan juga di pedesaan. Manfaat perpustakaan diyakini akan menjadi sarana transformatif bagi masyarakat desa apabila strategi yang penuh dengan stimulasi edukatif perpustakaan, masyarakat yang giat membaca bebar-benar akan bergerak menuju pembangunan SDM yang handal di era otonomi daerah. Dengan demikian, peran serta masyarakat dalam membangun, menuntut, mencerdaskan bangsa, yang tak terpisahkan dengan menggapai cita-cita masa depan SDM yang berkualitas, berfikir kritis dan mandiri.
Kehadiran perpustakaan melalui di wilayah desa merupakan wujud pendekatan pembangunan dari akar bangsa yaitu desa atau tepatnya masyarakat desa. Sebagaiman yang telah dan masih sedang dijalankan oleh pemerintah melalui program Taman Baca Masyarakat (TBM), pendekatan ini dinilai strategis, sebab melalui kehadiran perpustakaan desa, stimulasi terhadap niat baca masyarakat pedesaan membentuk sikap dan kesadaran bahwa membaca adalah kebutuhan hidup. Selain itu, keberadaan perpustakaan di wilayah pedesaan juga merupakan upaya memasyarakatkan membaca atau membudayakan membaca menjadi budaya masyarakat desa. Dengan begitu, masyarakat desa tidak akan terus termarjinalisasi dalam proses peningkatan SDM serta dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
Adapun tujuan dan manfaat pengadaan Taman Baca Masyarakat ialah: Tujuan: 1) membangun Sumber Daya Manusia masyarakat pedesaan, 2) membudayakan dan memasyarakatkan membaca dikalangan masyarakat desa, 3) membekali masyarakat desa dengan sumber-sumber informasi mutakhir yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan wilayah pedesaan, 4) mengupayakan pemerataan dan peningkatan kualitas pengetahuan dan keterampilan masyarakat desa dalam berinovasi dan berkreasi. Manfaat: 1) masyarakat desa memperoleh keluasan akses terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui sumber-sumber bacaan yang tersedia di TBM, 2) masyarakat desa memiliki kebiasaan terpola hidupnya dengan membaca, 3) meningkatnya pengetahuan, kecerdasan, keritisan dan kemandirian masyarakat desa, 4) meningkatnya memiliki daya inovasi dan kreatifitas pengembangan keterampilan (live skill) yang dapat menolong mereka hidup secara produktif, 5) masyarakat dan pemerintah mengalami sinergitas dalam penyelenggaraan pembangunan desa di segala bidang.
Tingkat Capaian.
Tingkat pencapaian program Taman Baca Masyarakat (TMB) sampai pada tahapan pembasisan opini dimasyarakat untuk menggalan ninat baca dan menulis bagi masyarakat desa. Selain itu, upaya lobi dan kesepakan program dengan Dinas pendidikan dan Kebudayaan TSS, Sub Bidang Pendidikan Kemasyarakatan untuk memasukan proposal pengusulan TBM di desa Binaus pada Tahun Anggaran 2010 nanti. Sementara ini proposal telah dimasukan kepada Sub Bidang Penmas dan menunggu realisasinya. Program TBM secara khusus diorientasikan untuk pengembangan live skiil kelompok-kelompok pekarya di desa, sehingga terjadi tranformasi dalam peran mereka sebagai kekuatan sosial kemasyarakatan yang pada akhirnya akan melahirkan tranformasi secara komprehensif di masyarakat desa. Perluasan jejaring bagi realisasi program ini juga dilakukan melalui diskusi intensif dengan beberapa NGO yang memiliki visi dan misi yang sejalan dengan program ini, baik dalam bentuk join program atau donatur. Pembentukan Relawan Muda Bangun Desa juga dalam perampungan kelengkapan struktur pengelolaan.
c. Mengajar PAK di SD dan Mengajar Katekasasi. Program pengajaran PAK SD dilakukan oleh 2 orang mahasiswa IPT. Kelas pengajaran yang diterima dan dilaksanakan ialah Kelas I, Kelas IV dan Kelas VI. Masing-masing kelas dilaksanakan antara 1 dan 2 kali pembelajaran. Adapun, topik-topik pembelaran yang diberikan −mengikuti rancangan kurikulum sekolah−yakni Kasih Allah Kepada Keluarga, Makna Ibadah Kristiani dan Kasih Kepada Sesama. Sedangkan, untuk pengajaran katekasasi topik pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan selama 4 pertemuan dengan topik Kitab I dan II Raja-Raja serta I dan II Tawarikh.
Target Pencapaian. Oleh karena program-program pengajaran ini merupakan program partisipatif, maka target hanyalah sebatas terealisasinya partisipasi pengajaran mahasiswa KBPM sesuai bidang keilmuannya baik di gereja dan di sekolah. Dalam pelasanaan pembelajaran, kebutuhan akan keterpenuhan sumber pembelajaran yang bermutu dan lengkap diupayakan oleh mahasiswa KBPM baik itu bulu-bulu pelajaran yang baru dan relevan dengan kebutuhan belajar, media pembelajaran berupa chart atau gambar, alat musik seperti gitar serta media permainan bagi anak yang memiliki kaitan dengan topik pembelajaran.
d. Pelatihan Guru Sekolah Minggu Tingkat I (TCI). Pelatihan TCI tidak terealisasikan.
e. Sedangkan untuk pelaksaan kegiatan kepemudaan hanya dapat dilaksanakan untuk kegiatan vokal group selama 4 minggu.
3.2 Hambatan Dalam Pelaksanaan Kegiatan atau Program
a) Pembuatan Media Pendidikan Rakyat.
Hambatan pembuatan media pendidikan rakyat lebih pada faktor dana percetakan. Walaupun berbagai macam upaya penggalangan dana telah diupayakan, namun tidak diperoleh. Hanya perolehan dukungan lay out dari pihak Infokom TTS.
b) Pengadaan Taman Baca Masyarakat (TBM).
Hambatan dalam pengadaan TBM ialah dukungan donatur dari pihak Pemerintah Daerah atau swasta yang masih kurang untuk memajukan SDM masyarakat desa. Nampaknya, perhatian pemerinyah cukup rendah dalam hal pengembangan SDM desa.
c) Untuk program pelatihan guru sekolah minggu tingkat satu tidak dapat dijalankan dikarenakan hambatan waktu para pelayan untuk pelasanaan kegiatan pelatihan yang memakan waktu maksimal 8 hari kegiatan.










BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
a) Di bidang pendidikan, orientasi pembangunan desa memang telah mengacu pada kebutuhan pembangunan SDM masyarakat desa. Namun, terdapat beberapa kelemahan berkaitan dengan prioritas pembangunan SDM yakni lebih banyak pembangunan di bidang pendidikan diorientasikan pada pembangunan yang sifatnya fisik atau mengurgenkan pembangunan infrastruktur fisik. Sedangkan, pembangunan infrastruktur manusia atau Human Capital (SDM) seringkali menjadi nomor ke-2 dari upaya pembangunan di bidang pendidikan.
b) Dari segi pembangunan di pendidikan non formal terlihat jelas bahwa pemerintahan desa melaksanakan secara optimal paya yang disebut sebagai otonomi desa. Implementasi kebebasan atai lebih tepatnya independensi kewenangan desa, telah memberikan kontribusi signifikan bagi penataan SDM melalui bidang non formal. Oleh karena itu, beberapa program pembangunan human capitas berbasis masyarakat dengan dukungan sumber-sumber informasi dan pengetahuan serta teknologi yang sederhana dipandang sebagai langkah strategis, guna mengisi kelemahan peran Pemerintah Daerah dalam hal mendukung Pemerintah Desa membangun masyarakatnya, baik dari segi, dana, sarana dan prasarana bahkan yang paling penting ialah penguatan kapasitas.
c) Pendidikan gerejawi masih terdapat kelemahan disana sini seperti lemahnya SDM pelayan SM, RG, kurangnya sumber-sumber belajar baik dari segi kualitas dan kuantitas sehingga diperlukan peningkatan kuantitas dan kulalitas pendidikan gerejawi berkaitan dengan kelemahan-kelamahan yang yelah diuraikan di atas.
4.2 Rekomendasi Kegiatan untuk KBPM Periode Berikutnya
a) Pembagaunan SDM masyarakat desa melalui program pengedaan media pendidikan rakyat yang telah dirintis.
b) Penyelenggaraan Taman Baca Masyarakat yang akan direalisasikan pada tahun 2010.
c) Program-program peningkatan mutu pendidikan gerejawi masih merupakan kebutuhan urgen yang perlu dilakukan kedepan.
LEMBARAN PENGESAHAN LAPORAN INDIVIDU
LAPORAN AKHIR INDIVIDU
KBPM UKAW TAHUN 2009



DOSEN PENDAMPING


MAHASISWA KBPM
CHRISTIAN MANU, SE JAMES FAOT









KEPALA DESA BINAUS



NAHOR TASEKEB









KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehaditar Tuhan Yang Maha Esa, kerena rahmat-Nya seluh rangkaian Kegiatan Belajar dan Pendampingan Masyarakat (KBPM) serta Laporan Akhir Individu ini dapat diselesaikan dengan baik. Membicarakan tentang latar belakang Kegiatan Belajar dan Pendampingan Masyarakat (KBPM), maka tidak dapat dilepaskan dari citra Universitas sebagai suatu badan otonom yang betujuan mencari demi kebenaran itu sendiri. Selain itu, sebagaimana dianut oleh kelompok yang mengemukakan konsep tentang “Universitas Kritis”, dimana Universitas dipandang sebagai sebuah kesatuan sosial. Oleh karenanya, Universitas tidak telepas dari dinamika atau pergulatan internal masyarakat. Dan karena eksistensinya integral dengan masyarakat, maka mau tak mau (harus) menyatakan perannya dalam menyelesaikannya. Atau singkatnya, universitas dipandang sebagai agen perubahan sosial.
KBPM merupakan bagian integratif dari Try Dharma Perguruan Tinggi (PT) yakni pengajaran, penelitian dan khusunya pengabdian pada masyarakat. Dengan perubahan paradigma dalam konteks pengabdian masyarakat yang diemban universitas, maka pengejewantahan pengabdian masyarakat oleh universitas memperoleh cara pandang akan sesuatu atau memiliki model/pola ideal dalam mengimplemantasikan pengabdiannya. Atau singkatnya, keseluruhan konstelasi kepercayaan, nilai, teknik yang dimiliki bersama oleh Universitas serta masyarakat ilmiah untuk diterapkan sebagai cara memperoleh penyelesaian problem kemasyarakat.
Dalam konteks spresifikasi keilmuan, penulis selam masa KBPM telah berupaya semaksimal mungkin untuk mengimplementasikan apa yang dapat penulis lakukan sebagai seorang mahasiswa FKIP Program Studi Ilmu Pendidikan Teologi. Diantaranya mengupayakan pengembangan kapasitas SDM masyarakat desa melaui program media Desa, Taman Baca Masyarakat, partisipasi pengajaran dan pembuatan media pembelajaran. Walaupun, upaya yang dirasa telah maksimal, berbagai kekurangan tetap mewarnai keseluruhan proses belajar dan membelajarkan ini. Oleh kerena itu, kritik dan saran konstruktif secara terbuka penulis terima demi pengembangan diri dan keilmuan yang lebih mantap.

Lampiran 1. Foto Partisipasi pembangunan gedung TK













Lampiran 2. Pengajaran PAK SD

Pembelajaran PAK di SD Kelas I.
Foto I, persiapan media pembelajaran yakni Diagran Putar atau disebut sebagai Diagram Kasih. Foto 2, guru dan siswa/i sudah mempersiapkan diri untuk melaksanakan pembelajaran PAK.
Foto 3, 4 dan 5, tiga orang siswa diminta berpartisipasi dalam permainan diagram putar untuk memilih secara acak wujud kasih Allah yang mereka berikan kepada keluarga, baik kepada Ayah, Ibu, Kakak atau Adik.
Foto 5 dan 6, kedua orang anak diminta berpartisipasi dalam membacakan jadwal perbuatan kasih mereka selama di rumah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar